BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam setiap organisasi pasti ditemukan bagian atau
unit perkantoran/ office. Walau skala besaran berbeda karena situasi dan
kebutuhan, namun fungsinya sama yakni sebagai unit pembantu pempinan dalam
mengambil keputusan.
Pengambilan keputusan memang merupakan wewenang
pimpinan, namum bahan-bahan yang dijadikan dasar pertimbangan disediakan atau
bersumber dari bagian kantor. Bahan dasar pertimbangan itu secara umum disebut
informasi. Informasi merupakan unsure vital pengambilan keputusan, malah ada
yang mengatakan sebagai dasar kehidupan organisasi atau alat yang memungkinkan
organisasi dapat tetap hidup/ beroprasi. Mengingat pentingnya informasi
mengisyaratkan perlunya penyediaan dan penanganan secara serius dan hati-hati.
Informasi sebagai bahan dasar pengambilan keputusan
merupakan hasil olahan dari data dan fakta. Data dan fakta memang ditemukan
dalam kantor, namun keberadaanya ditentukan atau bersumber dari banyak pihak.
Mengingat informasi sebagai olahan lanjutan dari data dan fakta, maka pengadaan
dan penanganan perlu hati-hati dan diupayakan selengkap dan seteratur mungkin.
Menjamin tindakan demikian diperlukan komunikasi yang baik dengan semua pihak
yang terlibat. Demikian juga terhadap informasi, walau telah tersedia dan
ditangani secara baik, kemanfaatannya masih dipengaruhi derajad ketepatan dan
kebenaran dalam mengkomunikasikan dengan pimpinan atau mereka yang akan
menggunakan untuk pengambilan keputusan.
Berdasarkan pemaparan singkat tersebut diatas dapat
dipahami betapa pentingya menjalin dan menjamin komunikasi yang baik dalam
organisasi, agar dapat diperoleh dari data/ fakta yang memadai dan dapat
menyampaikan informasi secara tepat kepada pihak yang memerlukan. Gagasan
tentang upaya komunikasi informasi yang baik dalam organisasi agar dapat
beroprasi secara optimal merupakan inti pokok bab ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu Komunikasi?
2.
Apa itu informasi?
3.
Bagaimana komunikasi informasi dalam organisasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu
Komunikasi.
2. Untuk mengetahui apa itu
Informasi.
3. Untuk mengetahui Bagaimana
komunikasi informasi dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASANAN
A.
Sekilas tentang Komunikasi
Istilah komunikasi sangat
popular dari masyarakat atau merupakan istilah yang sangat memasyarakat. Hampir
dalam segala lapisan masyarakat dan dalam segala lapisan masyarakat dan dalam
segala jaman menggunakan istilah ini, serta menggunakan komunikasi dengan
maksud tertentu. Andaikata diadakan diskusi tentang pemahaman komunikasi,
sering mengarah pada keberanekaan persepsi dan kalau kurang hati-hati, dapat
terjadi memakai istilah yang sama namum mengacu pada hal yang berlainan.
Menghindari persepsi bias tersebut, berikut akan dipaparkan secara singkat
beberapa aspek komunikasi, sehingga dapat mengarah pada dan membentuk kesamaan
bahasa dan pemahaman.
A.
Pengertian Komunikasi
Dalam literatur banyak yang ditemukan batasan komunikasi.
Formulasinya sangat berbeda (ingat cerita 4 orang professor diatas kapal).
Walau berbeda dalam formulasi namum sebenarnya mengandung inti pokok yang sama.
Dalam kesempatan ini komunikasi diartikan mengikuti paradigm Lasswell,
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator melalui media
kepada komunikan yang menimbulkan efek tertentu. Dari batasan tersebut Nampak
bahwa dalam komunikasi ditentukan 5 unsur, yaitu :
1.
Komunikator yakni pengirim pesan atau berita.
2.
Pesan yakni berita yang disampaikan.
3.
Media yakni alat yang dipakai dalam penyampaian berita/
pesan.
4.
Komunikan yakni orang yang berfungsi sebagai penerima pesan.
5.
Efek yakni dampak atau pengaruh pesan yang disampaikan.
Mengingat
ada unsur dalam komunikasi, dalam praktek sering tanpa sadar studi ilmiah
terhadap komunikasi cenderung mengkonsentrasikan diri pada satu atau beberapa
unsure yang ada :
a.
Jika menekankan pada unsur komunikator yakni mengkaji factor
yang memprakarsai dan memimpin aktivitas komunikasi, dikategorikan sebagai
analis pengawasan atau control analysis.
b.
Mereka yang menakankan diri pada unsur pesan, dikategorikan
sebagai pengikut aliran analisis pesan atau content analysis.
c.
Jika menekankan analisis pada media atau saluran komunikasi,
dikategorikan sebagai analisis media atau media analysis.
d.
Kalau menekankan pada unsur komunikan atau sasaran media,
dikategorikan sebagai analisis khalayak atau audience analysis.
e.
Kalau yang diutamakan adalah efek atau dampak kumunikasi, di
kategorikan sebagai analisis dampak atau effect analysis.
B.
Proses Komunikasi
Sering orang mengira bahwa
mengadakan kumonikasi merupakan hal yang mudah. Opini yang demikian sebenarnya
tidak seluruhnya benar. Jika dikaji secara etimologi, kata komunikasi berasal
dari bahasa latin, comunikatio yang berarti kesamaan makna. Kesamaan makna atau
komunikasi baru terjadi jika ditemukan atau ada kesamaan makna tentang aspek
yang dipercakapan, berarti aspek penting dalam kominkasi adalah kesamaan makna
bukan kesamaan bahasa, sebab kesamaan bahasa belum tentu menjamin kesamaan
makna. Manakalah ada dua pihak yang mengadakan percakapan atau dialog yang
didasari kesamaan makna maka barulah disebut ada terjadi komunikasi yang
efektif atau komunikatif jika mengadung unsur informatif yakni agar orang lain
mengerti serta persuasive yakni agar orang lain bersedia menerima pesan dan
melakukan sesuatu yang di harapkan.
Dalam rangka mencapai
kesamaan makna tersebut maka komunikator pada taraf awal perlu melakukan
“encode” atau menyandi pesannya dalam formulasi tertentu sehingga dengan
menggunakan suatu lambing tertentu pesan disampaikan kepada komunikan. Ide yang
ada dalam otak komunikator (picture in our head) perlu diencode/disandi lebih
dulu dengan lambing yang dapat dimengerti komunikan. Komunikan demikian
menafsir/ menginterpretasikan atau mendecode pesan ke dalam pengertiannya
sendiri. Komunikator dinamakan encoder sedang komunikan disebut decedor.
Proses encode dan decode
dapat berlangsung selaras manakalah pesan yang dsampaikan komunikator cocok
dengan kerangka acuan (frame of referece) yakni pengalaman dan pengertian
komunikan. Karenanya unsur vital dalam komunikasi adalah perlu membina dan
membentuk kesamaan kerangka acuan antara komunikator dengan komunikan. Manakala
kerangka acuan mereka berbeda, proses komunikasi akan terganggu. Akan terjadi
pemahaman dan arah pemikiran yang berlainan atau malah mungkin bertentangan.
Jika terjadi situasi demikian maka yang terjadi adalah miskomunikasi.
C.
Bentuk dan Model Komunikasi
Berdasarkan sifat komunikasi
dan jumlah komunikan, komuniksi diklasifikasikan menjadi :
1.
Komunikasi antar pribadi.
Merupakan komunikasi antar 2 orang, dimana terjadi kontak
langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini dapat berlangsung secara
bertatapan muka atau memakai media seperti telpon. Cirri khas komunikasi antar
pribadi adalah sifatnya dua arah atau timbale balik. Dalam komunikasi jenis
ini, komunikan, komunikan dan komunikator saling berganti fungsi, walau
demikian tetap ada komunikator utama yakni orang yang memulai komunikasi. Jika
dikaitkan dengan perubahan sikap, komunikasi antar pribadi cukup efektif, sebab
umpan balik dapat secara verbal atau nonverbal, sehingga komunikator dapat
segera menentukan sikap.
Mengenai efektivitas komunikasi antar pribadi akhir-akhir ini
sudah ada kesepakatan yakni mengupayakan ketepatan yang paling tinggi atau
paling besar derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap situasi
komunikasi. Kesepakatan itu dicapai mengingat ketepatan total (100%) antar
komunikator dan komunikan sangat sulit atau malah tidak mungkin, mengingat setiap orang
mempunyai kerangka acuan tersendiri yang khas/ spesifik. Proses terjadian
kesamaan dan perbedaan antara komunikator dan komunikan merupakan akibat dari
factor HOMOPHILY DAN HETEROPHILY :
a.
Homophily adalah istilah yang menunjukan adanya kesamaan
sifat dalam arti luas diantara pasangan yang berinteraksi. Mencakup kesamaan
nilai, kepercayaan, ideology, status dan sebagainya. Homophily asal kata dari bahasa yunani : HOMOIOS yang berarti
sama. Secara harafiah, homophily berarti komunikasi dengan orang yang sama.
Komunikasi yang didasarkan homophily akan sangat efektif, sebab bertitik tolak
dari persamaan pemahaman.
b.
Heterophily mengacu perbedaan sifat dari pasangan yang
berintraksi. Perbedaan sifat yang mengakibatkan perbedaan persepsi dan
pemahaman, sehingga sering menjurus pada komunikasi yang tidak efektif. Diakui
bahwa setiap orang pasti mempunyai sifat tertentu yang berbeda dengan orang
lain, namum bukan berarti tidak berarti tidak mungkin mengadakan komunikasi
yang efektif dengan orang lain, atau menjadi pengahalang mengadakan komunikasi
yang efektif. Dalam situasi heterophily, komunikasi yang efektif masih mungkin
berlangsung asal setiap pihak bersedia bertindak atau bersikap emphatic, yakni
kemampuan dan kemauan seseorang untuk memproyeksikan diri menjadi orang lain.
2.
Komunikasi kelompok.
Merupakan
komunikasi antar seorang komunikator dengan sejumlah orang komunikan yang
berkumpul bersama dalam satu situasi. Disebut kelompok kalau ada rasa persatuan
secara psikologis. Kelompok dapat berukuran banyak namun dapat juga berukuran
kecil. Berapa jumlah orang yang dijadikan sebagai ukuran sukar dinyatakan
secara pasti, tergantung pada sifat dan maksud komunikasi. Dalam artian
tertentu, komunikasi dengan kelompok kecil cukup efektif, sebab komunikator
dapat segera mengetahui reaksi komunikan. Dalam kelompok besar seperti rapat
raksasa, kontak pribadi antara komunikator dengan komunikan sangat kecil dan
reaksi yang diajukan lebih sering bersifat emosional. Biasanya ditemukan
infectious exallation atau penularan semangat yang menyala-nyala, sejenis
histeria massa, yang sangat mempengaruhi pikiran dan tindakan semua anggota
kelompok.
3.
Komunikasi massa
Dimaksudkan
sejalan dengan pemahaman para ahli komunikasi yakni komunikasi dengan memakai
media massa, baik media massa tradisional (kentongan di pedesaan Indonesia,
asap bagi suku Indian) maupun media masa yang modern (radio, TV dan
sebagainya). Bagi atau massa, yang diutamakan adalah ada atau terjadinya
perilaku massa.
D.
Jenis-Jenis Teori Komunikasi
Menurut Littlejohn (1989), berdasarkan metode penjelasan serta cakupan
objek pengamatannya, secara umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu:
1.
Teori-teori Umum (general theories)
a.
Teori-Teori Struktural dan Fungsional
Asumsi teori struktural fungsional adalah: masyarakat
pada dasarnya merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian (sub-sistem) yang saling berhubungan
satu sama lain.
Teori struktural fungsional mula-mula tumbuh dari cara
melihat masyarakat yang dianalogikan dengan organisme biologis. Masyarakat
maupun organisme biologis sama-sama mengalami pertumbuhan. Tiap bagian yang
tumbuh di dalam masyarakat memiliki fingsi dan tujuan tertentu.
Fungsional dan struktural memiliki beberapa persamaan
karakteristik sebagai berikut:
1. Lebih mementingkan “synchrony” (stabilitas dalam kurun waktu tertentu).
2. Hal yang diamati terutama sekali adanya faktor-faktor yang berada di luar
kontrol dan kesadaran manusia
3. Realitas pada dasarnya objektif dan bebas. Oleh karena itu pengetahuan,
menurut pandangan ini, dapat ditemukan melalui metode pengamatan (observasi) empiris yang cermat.
4. Pendekatan ini memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran-pemikiran dan
objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi. Dunia hadir karena dirinya
sendiri, sementara bahasa hanyalah alat untuk merepresentasikan apa yang telah
ada.
5. Bahasa harus sesuai dengan realitas.
6. Simbol-simbol harus merepresentasikan sesuatu secara
akurat.
Pendekatan struktural fungsional dalam kaitannya dengan perilaku manusia,
menolak gagasan-gagasan tentang jiwa, spirit, kemauan, pikiran, introspeksi,
kesadaran, subjektivitas, dan sebagainya, karena konsep-konsep itu tidak dapat
diamati secara objektif. Dengan kata lain, pendekatan ini terhadap manusia
berusaha mengukur pengaruh struktur sosial terhadap identitas, respons dan
perilaku manusia melalui peran (role),
sosialisasi, dan keanggotaan kelompok mereka. Pendekatan ini jelas menekankan
orientasi peran dalam arti bahwa ia memandang manusia pada dasarnya ditentukan
secara sosial (socially-determined).Bagi
pandangan struktural, struktur sosial sangat kukuh dan mempengaruhi perilaku
manusia. Struktur sosial terbentuk lama sebelum kita lahir dan akan tetap ada
setelah kita mati. Kita tidak dapat memilih posisi kita dalam struktur sosial tersebut: ras, jenis kelamin, agama,
kelas sosial orang tua, pendeknya budaya yang kedalamnya kita
lahir. Manusia tersosialisasikan oleh budaya itu; mereka mengikuti
aturan-aturan yang ditetapkannya: bahasa, cara berbicara, etiket bergaul
(termasuk sopan santun dalam keluarga), cara makan dan jenis makanan yang
dimakan, dan sebagainya. Bahkan semasa manusia berada dalam kandunganpun mereka
dipengaruhi oleh budaya (misalnya lewat upacara tujuh bulanan) atau setelah
mereka mati (dimakamkan dengan cara tertentu). Struktur sosial itulah yang
dianggap penting oleh pendekatan struktural, karena itu mempengaruhi manusia
berpikir, berperilaku dan mewarnai identitas mereka. Pendeknya manusia dikontrol
oleh (struktur) masyarakat di luar dirinya sendiri. Jadi masyarakat tetap
dianggap statis.
b. Teori Behavioral dan Kognitif
Asumsi teori ini tentang hakikat dan
cara menemukan pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional.
Perbedaannya hanyalah terletak pada fokus pengamatan serta sejarahnya. Teori-teori strukturalis dan fungsional yang berkembang dari sosiologi dan
ilmu-ilmu sosial lainnya cenderung memusatkan pengkajiannya pada hal-hal yang
menyangkut struktur sosial dan budaya. Sementara teori-teori behavioral dan
kognitif yang berkembang dari psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan behavioralis
lainnya, cenderung memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara
individual. Salah satu konsep pemikirannya yang terkenal adalah tentang model S-R (stimulus-response)
Teori-teori dalam perpektif ini
mengutamakan analisis variabel. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya
mengidentifikasikan variabel-variabel kognitif yang dianggap penting, serta
mencari hubungan korelasi di antara variabel. Analisis ini juga menguraikan
tentang cara-cara bagaimana variabel-variabel proses kognitif dan informasi
menyebabkan atau menghasilkan tingkah laku tertentu.
Komunikasi menurut pandangan teori ini
dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku, proses berpikir, dan fungsi bio-neural dari individu. Oleh
karenanya, variabel-variabel penentu yang memegang peranan penting terhadap
sarana kognisi seseorang (termasuk bahasa) biasanya berada di luar kontrol dan
kesadaran orang tersebut.
c. Teori Konvensional dan Interaksional
Teori-teori ini berpandangan bahwa
kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun, memelihara
serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan
simbol-simbol. Komunikasi menurut teori ini, dianggap sebagai alat perekat
masyarakat. Kelompok teori ini berkembang dari aliran pendekatan “interaksionisme
simbolik” sosiologi dan filsafat bahasa ordiner. Bagi teori ini
pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi.
Fokus pengamatan teori-teori ini tidak
terhadap struktur tetapi tentang bagaimana bahasa dipergunakan untuk membangun
struktur sosial, serta bagaimana bahasa dan simbol-simbol lainnya direproduksi,
dipelihara serta diubah dalam penggunaannya. Makna menurut pandangan teori ini
tidak merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi,
tetapi muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Makna pada dasarnya
merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karenanya
makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari
satu kelompok sosial ke kelompok lainnya.
d. Teori -Teori Kritis dan Interpretif
Gagasan teori-teori ini banyak berasal
dari berbagai tradisi seperti sosiologi interpretif, pemikiran Max weber, phenomenology dan hermeneutics,
Marxisme dan aliran “Frankfurt School”, serta berbagai
pendekatan tekstual seperti teori-teori retorika, “biblical” dan kesusasteraan. Pendekatan kelompok teori ini
terutama sekali populer di negara-negara Eropa.
Secara umum kedua jenis teori ini
mempunyai karakteristik umum.
·
Penekanan terhadap peran subjektivitas
yang didasarkan pada pengalaman individual.
·
Makna atau meaning merupakan konsep
kunci dalam teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai “meaning centered” atau dasar pemahaman makna. Dengan memahami
makna dari suatu pengalaman, seseorang akan menjadi sadar akan kehidupan
dirinya. Dalam hal ini bahasa menjadi konsep sentral karena bahasa dipandang
sebagai kekuatan yang mengemudikan pengalaman manusia.
Selain persamaan, kedua jenis teori ini mempunyai perbedaan, antara lain:
pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif
dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati. Pengamatan (observations) menurut teori
interpretif, hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara
teori-teori kritis (critical theories)
lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan yang absolut, preskiptif dan
juga politis sifatnya.
2.
Teori-Teori Kontekstual (Contextual
Theories)
Berdasarkan konteks atau tingkat
analitisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat dibagi dalam lima konteks
atau tingkatan, sebagai berikut:
1.
Komunikasi Intrapribadi. Proses komunikasi yang terjadi dalam
diri seseorang. Teori-teori intrapribadi umumnya membahas mengenai proses
pemahaman, ingatan, dan interpretasi terhadap simbol-simbol yang ditangkap
melalui pancaindra.
2.
Komunikasi Antarpribadi. Komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara
langsung ataupun tidak langsung. Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap
muka, percakapan melalui telepon, dll merupakan contoh komunikasi antar
pribadi. Teori-teori komunikasi antar pribadi umumnya memfokuskan pengamatannya
pada bentuk-bentuk dan sifat hubungan, percakapan, interaksi dan karakteristik
komunikator.
3.
Komunikasi Kelompok. Memfokuskan pembahasan pada interaksi di
antara orang-orang dalam kelompok-kelompok kecil. Teori komunikasi kelompok
antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan efektivitas
penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk interaksi, serta
pembuatan keputusan.
4.
Komunikasi Organisasi. Menunjuk pada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan
jaringan organisasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi
formal dan informal, serta bentuk-bentuk komunikasi antar pribadi dan
komunikasi kelompok. Pembahasan teori komunikasi organisasi antara lain
menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi
dan proses pengorganisasian, serta kebudayaan organisasi.
5.
Komunikasi Massa. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang besar. Teori-teori komunikasi massa umumnya
memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur media, hubungan
media dan masyarakat, hubungan antara media dan khalayak, aspekaspek budaya
dari komunikasi massa, serta dampak atau hasil komunikasi massa terhadap
individu.
B.
Informasi
Informasi adalah hasil pemrosesan
data yang diperoleh dari setiap elemen sistem tersebut menjadi bentuk yang
mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan yang dibutuhkan oleh
orang untu menambah pemahamannya terhadap fakta-fakta yang ada. Informasi bagi
setiap elemen akan berbeda satu sama lain sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing.
C.
Komunikasi Informasi dalam Organisasi.
1.
Makna dan Kendala Memperoleh Informasi.
Demi menjamin kelangsungan hidup suatu
organisasi, informasi yang dibutuhkan perlu tersedia pada waktu yang tepat.
Informasi dibutuhkan baik dalam rangka memformulasikan rencana. Selain itu
pimpinan membutuhkan arus informasi yang bersinambung dari setiap pihak yang
ada kaitannya dengan organisasi, agar dapat meninjau ulang program yang telah
disusun, terutama dalam situasi yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat
cepat. Hanya dengan cara inilah kelangsungan hidup organisasi dapat
dipertahankan.
Pengakuan dan pemahaman tentang
pentingnya informasi bagi pimpinan organisasi disadari setiap orang, namun
untuk memperolehnya terutama pada masa kini merupakan tugas berat dan sangat
sulit sebab :
a.
Pimpinan semakin terasing dari factor produksi yang ada
sehingga kontak langsung dengan bawahan, mesin, dana yang dikelolanya semakin
berkurang. Hal ini terjadi karena terhalang orang lain, system pencatatan yang
semakin rumit maupun semakin kompleksnya saluran komunikasi yang tersedia.
b.
Makin besarnya organisasi yang dipimpin membuat pimpinan
semakin dilibatkan pada hal-hal yang bersifat global. Hal demikian dialami baik
pada lingkungan industry, pemerintahan, perdagangan, transportasi, dan
sebagainya.
c.
Keputusan yang diambil makin kompleks sebab banyak factor
yang perlu dipertimbangkan. Perlu dipertimbangkan relasinya dengan pemerintah,
serikat kerja, kelompok konsumen, bank, dan sebagainya. Pimpinan harus
sensitive terhadap perubahan tehnologika, ekonomikal, sociological, maupun
perundang-undangan. Secara singkat pimpinan harus tanggap terhadap setiap
perubahan sebab perubahan itu merupakan sumber potensial informasi yang
diperlukan dalam pengambilan keputusan.
d.
Tingkat perkembangan akhir-akhir ini semakin cepat. Hal itu
membawa implikasi tertentu bagi pimpinan pada masa kini, dalam artian mereka
bukan hanya memandang perubahan sebagai masalah yang perlu ditanggulangi agar
dapat dipertahankan posisi yang mantap, melainkan berposisi juga sebagai
penyebab perubahan dan menata proses perubahan tersebut.
Kesulitan
memperoleh informasi karena berbagai factor sebagaimana dikemukakan bukan
bermaksud agar pimpinan lalu bertindak masa bodoh. Informasi yang diperlukan
mutlak perlu dicari sebab tersedianya informasi dalam jumlah yang memadahi dan
pada waktu yang tepat merupakan kunci keberhasilan organisasi. Yang diperlukan
adalah penataan internal organisasi agar mampu menyediakan dan mengelolah data
menjadi informasi, serta menata saluran komunikasi agar dapat berlangsung
secara tepat dan cepat. Mengingat penyajian informasi umumnya adalah
tanggungjawab seorang manajer kantor/ administrative, maka penataan tentan
perkantoran merupakan aspek yang tidak dapat dilupakan.
2.
Penataan Perkantoran Organisasi.
Banyak orang masih terjerumus pada
anggapan keliru bahwa pekerjaan kantor/ administrasi merupakan tugas sepele.
Seolah-olah hanya sekedar tukang stempel, tukang mengetik, bundle membundel,
dan sebagainya. Sehingga banya persepsi dalam masyarakat, pimpinan kantor
adalah pegawai kelas kambing. Dapat dijabat oleh siapa saja asal dapat membaca
dan menulis.
Anggapan demikian sebenarnya keliru
terutama pada saat ini. Pimpinan kantor bertanggungjawab atas segala data, data
selain harus dikelola secara baik juga harus diolah secara benar agar menjadi
informasi pada waktu yang tepat. Berpangkal dari kenyataan ini, pimpinan kantor
pada saat ini serta kantornya perlu mendapat perhatian khusus agar mampu
melaksanakan tugas secara optimal. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian
adalah :
a.
Personalia pimpinan kantor.
b.
Peralatan kantor
c.
Penetapan kantor
d.
Suasana kantor
e.
Pegawai kantor
f.
Posisi keorganisasian
g.
Penempatan data.
3.
Komunikasi Informasi Dalam Organisasi
Dalam setiap organisasi, setiap
pimpinan tanpa memandang tingkat, senantiasa berhadapan dengan manusia, baik
dengan pegawai organisasi maupun pihak luar. Interaksi relasi dengan semua
pihak perlu dibina dan ditingkatkan, melalui komunikasi yang baik. Itulah
sebabnya para pimpinan organisasi digolongkan sebagai komunikator dan komunikan
yang baik. Agar perannya sebagai komunikator/komunikan dapat berfungsi baik,
pimpinan perlu mencari temukan metoda dab teknik komunikasi yang dirasa paling
sesuai dengan kebutuhan.
Komunikasi terutama bagi pimpinan
sangat membantu dalam pelaksanaan tugas. Sebagai pusat organisasi, mengingat
dia berada ditengah-tengah jaringan kontak disemua pihak, pimpinan seharusnya
mengetahui lebih banyak tentang organisasi disbanding dengan siapapun.
Pimpinanlah yang mengkomunikasikan informasi kepihak luar dan bawahan serta
menerima informasi pihak-pihak yang berkaitan. Berkaitan dengan posisinya
sebagai pusat syaraf organisasi, pimpinan perlu mengembangkan pusat informasi
dan membina saluran informasi yang sesuai dengan kebutuhan. Peranan
informasional pimpinan organisasi mencakup :
1.
Peranan Monitor. maksudnya pimpinan perlu memandang
lingkungan sebagai sumber informasi dan berupaya mencarinya.
2.
Peran menyebar. berkaitan dengan fungsi menyebar informasi
yang ada/ diperoleh kepada semua pihak yang terlibat khususnya dalam organisasi
agar dimnfaatkan demi organisasi.
3.
Peran juru bicara. Berkaitan dengan penyebaran informasi
kepada pihak luar, baik yang mempunyai ikatan langsung/ incidental, demi
pengembangan organisasi lebih lanjut.
Dalam
upaya mencari dan menyebarkan informasi, pimpinan organisasi dapat melakukannya
dengan berbagai komunikasi :
a.
Komunikasi Internal yaitu mengacu pada pihak-pihak yang ada
dalam organisasi.
b.
Komunikasi eksternal yaitu mengacu pada komunikasi antara
pimpinan organisasi dengan pihak luar organisasi. Pelaksanaannya dapat
dilakukan oleh pimpinan sendiri atau diserahkan kepada pimpinan Humas.
BAB III
PUNUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam kehidupan organisasi, komunikasi
memegang peranan penting untuk kelancaran proses penyebaran informasi diantara
para anggota organisasi itu sendiri. Komunikasi diantara para anggota organisasi adalah hal penting untuk
keefektifan fungsi-fungsi dalam organisasi. Masing-masing bagian yang saling
berkaitan tidak akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik apabila tidak ada
komunikasi yang baik pula terhadap mereka. Dengan adanya komunikasi yang
terorganisasi dengan baik, maka informasi yang ada akan dapat diterima dengan
masing-masing pihak dengan lancer tanpa mengurangi kekurangan atau kelebihan
informasi. Salah satu tantangan besar dalam komunikasi organisasi adalah
bagaimana menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana
menerima informasi dari seluru bagian organisasi.
Peranan komunikasi tersebut berkaitan
dengan peranan atasan yang mendominasi komunikasi untuk menyebarkan informasi
kepada bawahannya. Atasan dituntut untuk mampu memberikan informasi yang akurat
kepada bawahan dan selalu memperhatikan kebutuhan bawahan akan informasi.
B.
Saran
Untuk meningkatkan komunikasi, pimpinan
perlu meningkatkan penggunaan saluran komunikasi formal secara berkala sehingga
diharapkan terjalin rasa kekeluargaan dan adanya saling terbuka satu sama lain.
Selain itu jumlah media komunikasi yang masih dirasa kurang memadai. Dengan
meningkatkan media saluran informasi, maka komunikasi lebih efektif antara
pimpinan dan bawahan, sehingga pegawai lebih memperlancara proses komunikasi
yang pada akhirnya pegawai dapat meningkatkan komitmennya dalam organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Siagan Herbangan. 1994. Sistem Informasi Manajemen. Satya
Wacana. Semarang.
My Blog. Komunikasi dalam Organisasi.
(on-line http://dhogerz.wordpress.com/2010/10/21/komunikasi-dalam-organisasi/)
0 komentar:
Posting Komentar